Kelompok teroris di Suriah menjatuhkan bom lewat pesawat tak berawak atau drone di tengah kerumunan warga di Al Suqaylabiyah di pedesaan utara Hama, Suriah. Serangan menargetkan kerumunan orang yang menghadiri acara pembukaan gereja simbolis yang membawa nama "Hagia Sophia" di kota itu, Minggu (24/7/2022). Satu orang dilaporkan meninggal dunia, belasan lainnya menderita luka luka. Dari dua drone pembawa bom, hanya satu yang meledak saat jatuh ke tanah.
Drone tersebut dilaporkan diluncurkan dari wilayah Greater Idlib, yang dikuasai kelompok Hay'at Tahrir al Sham (HTS) yang berafiliasi al Qaeda. Militer Turki mempertahankan kehadiran pasukannya dalam jumlah besar di wilayah Suriah tersebut. Damaskus berulang ulang mengecam aksi invasi dan pendudukan Idlib oleh Turki. Menurut Kantor Berita Arab Suriah, serangan itu merenggut nyawa seorang pria dan melukai sedikitnya 12 orang lainnya yang menghadiri upacara tersebut.
Gereja Hagia Sophia di al Suqaylabiyah adalah replika miniatur dari gereja bersejarah asli di kota Istanbul, Turki. Pembangunan gereja dimulai pada 2020 sebagai tanggapan atas keputusan Turki untuk mengubah gereja yang jadi museum Hagia Sophia menjadi masjid. Ankara menyatakan terpicu oleh langkah peniruan di Provisi Hama Suriah itu. Situs analisis intelijen Southfront.org, menyebut serangan kemungkinan besar dilakukan kelompok HTS.
Kelompok bersenjata itu kemungkinan menerima dukungan tidak langsung dari Turki. Kelompok itu memproduksi dan mengoperasikan beberapa jenis drone darurat. Ini adalah serangan drone kedua yang diluncurkan dari Greater Idlib minggu ini. Pada 20 Juli, dua pesawat tak berawak, yang lepas landas dari wilayah tersebut, berusaha menyerang Pangkalan Udara Hmeimim Rusia di Provinsi Lattakia.
Namun, keduanya dicegat system pertahanan udara Rusia. HTS disalahkan atas serangan yang gagal itu. Serangan pesawat tak berawak di al Suqaylabiyah menunjukkan eskalasi serius terutama yang terjadi kurang dari dua hari setelah serangkaian serangan roket dan artileri oleh HTS. Mereka menyerang desa desa dan kota kota yang dikuasai pemerintah Suriah di sekitar Greater Idlib yang merenggut nyawa dua warga sipil.
Pelanggaran terang terangan terhadap gencatan senjata di wilayah tersebut kemungkinan besar akan direspon pasukan Arab Suriah dan sekutunya. Perkembangan lain, Turki telah meningkatkan serangannya di wilayah utara Irak, tempat mereka telah memerangi Partai Pekerja Kurdistan (PKK) selama bertahun tahun. Eskalasi dimulai pada April ketika militer Turki meluncurkan operasi besar besaran terhadap kelompok gerilya Kurdi, dengan nama kode Claw Lock.
Turki mengatakan operasi itu dimaksudkan untuk menetralisir sel sel PKK di wilayah Metina, Zap dan Avashin Basyan di wilayah Kurdisitan. Namun, serangannya meluas jauh melampaui area area ini. Pada 17 Juli, lima orang tewas dan dua lainnya terluka ketika pesawat tak berawak Turki menargetkan sebuah kendaraan di pinggiran kota Haj Dijlah di sebelah barat kota Mosul di Provinsi Niniwe.
Para pejabat Kurdi mengatakan kendaraan itu milik PKK dan para korban adalah anggota kelompok tersebut. Namun klaim ini dibantah PKK, yang mengatakan kendaraan itu membawa warga sipil. Belakangan diketahui para korban adalah seluruh anggota keluarga dari Mosul. Pada hari yang sama, Kementerian Pertahanan Nasional Turki mengumumkan dua anggota tentaranya tewas akibat serangan baru baru ini oleh PKK di zona Operasi Claw Lock.
Situasi di Irak utara mengalami eskalasi besar pada 20 Juli, ketika serangkaian serangan yang dikaitkan dengan Turki menghantam beberapa resor di distrik Zakho di provinsi Duhok di wilayah Kurdistan Irak. Serangan itu merenggut nyawa sembilan warga sipil, termasuk seorang anak berusia satu tahun, dan melukai 23 lainnya. Para korban adalah bagian dari kelompok 200 orang yang datang dari ibukota, Baghdad. Sebelum pemogokan, pejuang PKK dilaporkan bergerak di Zakho.
Turki menolak bertanggung jawab atas serangan mematikan itu, dan sebaliknya menyalahkan kelompok PKK. Namun demikian, dua kelompok bayangan, “Ashab al Kahfi” dan “Thar al Muhandis,” menganggap Turki bertanggung jawab. Kelompok pro Iran mengklaim mereka telah menyerang pangkalan Turki di Duhok dengan drone dan roket.
Serangan mematikan di Zakho menyebabkan serangkaian protes terhadap Turki di berbagai bagian Irak. Hal ini memaksa pemerintah untuk mengambil tindakan. Dewan Keamanan Nasional negara itu mengadakan pertemuan darurat yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mustafa al Kadhimi untuk membahas serangan itu.
Dewan memutuskan Turki harus mengajukan permintaan maaf resmi dan menarik pasukan militernya dari semua tanah Irak. Dewan juga menyerukan kerja sama dengan Pemerintah Daerah Kurdistan untuk mencegah serangan lebih lanjut. Baghdad memanggil Dubes Turki untuk Irak, serta menyiapkan laporan tentang pelanggaran berulang Turki terhadap kedaulatan Irak.
Turki kemungkinan tidak akan mundur, karena percaya mereka berhak memburu PKK di Irak utara. Sikap ini kemungkinan akan meningkatkan eskalasi konflik di Irak.